Rona kuning itu
menggambarkan sebuah rona keindahan. Deretan mahkota melukiskan kenangan demi
kenangan sesaat. Entah sampai kapan ini akan berlanjut. Semuanya gelap ketika
keinginan tak lagi bersahabat dengan sebuah realita hidup. Wahai engkau sang pengagum
ciptaan Tuhan, apa kabarmu di sana? Barisan doa ini masih tetap mengalir untukmu.
Memori ini kembali mengenangmu. Hati ini kembali berteriak rindu. Dan semuanya
menyeruak begitu saja.
Engkau dengan
duniamu dan akupun dengan duniaku. Jalanmu dengan jalanku saling menjauhi.
Jalan untuk sebuah kebahagiaan hakiki. Kepada alam, aku pun mengungkapkan
semua. Kepada hujan, aku menitipkan sebuah salam seperti waktu yang selalu
engkau berikan ketika petir itu datang. Kepada setiap keanggunan sang puspa,
aku menitipkan doa untukmu, dan kepada hamparan luas megahnya dunia ini aku
menitipkan sebuah pengharapan, engkau akan menjadi satu dari ribuan orang yang
berteriak inilah hidupku dan aku tlah berhasil melewati ini semua.
Kerinduan ini
semakin memuncak. Mungkin akan tiba saatnya aku tak mampu memendam ini semua.
Jujur, aku muak dengan tabiatku ini. Tabiat yang membuat engkau semakin
memandang benci akan diriku. Aku lelah. Aku lelah dengan semua ini.